Saturday, December 15, 2012

Misery Business - Paramore

I'm in the business of misery, let's take it from the top  
She's got a body like an hourglass that's ticking like a clock 
It's a matter of time before we all run out  
But when I thought he was mine she caught him by the mouth
 
I waited eight long months, she finally set him free  

I told him I couldn't lie, he was the only one for me 
Two weeks and we caught on fire  
She's got it out for me but I wear the biggest smile
 
Whoa, I never meant to brag  

But I got him where I want him now  
Whoa, it was never my intention to brag  
To steal it all away from you now
 
But God, does it feel so good  

'Cause I got him where I want him now 
And if you could then you know you would  
'Cause God, it just feels so 
It just feels so good
 
Second chances they don't ever matter, people never change  

Once a whore, you're nothing more, I'm sorry, that'll never change  
And about forgiveness we're both supposed to have exchanged  
I'm sorry honey but I passed it up, now look this way
 
Well there's a million other girls who do it just like you  

Looking as innocent as possible to get to who,
They want and what they like, it's easy if you do it right 
Well I refuse, I refuse, I refuse!
 
Whoa, I never meant to brag  

But I got him where I want him now  
Whoa, it was never my intention to brag  
To steal it all away from you now
 
But God, does it feel so good 

'Cause I got him where I want him right now  
And if you could then you know you would 
'Cause God, it just feels so 
It just feels so good
 
I watched his wildest dreams come true  

And not one of them involving you  
Just watch my wildest dreams come true  
Not one of them involving
 
Whoa, I never meant to brag 

But I got him where I want him now
 
Whoa, I never meant to brag  

But I got him where I want him now  
Whoa, it was never my intention to brag 
 To steal it all away from you now
 
But God, does it feel so good  

'Cause I got him where I want him now  
And if you could then you know you would 
'Cause God, it just feels so 
It just feels so good

Friday, November 9, 2012

Teman Pertama

Hello, My name is Anandia Martha Yuniati,”
Seseorang mengacungkan tangannya. Seorang laki-laki dengan penampilan paling berantakkan yang pernah aku temui.
“Lo bisa bahasa Indonesia nggak, sih? Nggak usah sok formal pakai bahasa Inggris hanya karna lo sekolah di Sekolah Internasional deh,”
Semua murid di kelas itu sontak tersenyum-seyum menahan tawa. Bagian mana yang lucunya?
“Jaga sikapmu, Keyfa!” Tegur Bu Guru.
Little bit,” Balasku datar. “Boleh saya duduk sekarang, Ma’am?”
“Tentu tentu.......” Bu Guru itu mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kelas. “Kamu duduk dengan Keyfa saja. Kebetulan teman duduknya sedang absen.”
Aku mengangkat alisku. Dengan orang itu? Tidak salah? Aku akan membantah ketika kuamati lekat-lekat wajah guruku. Wajah yang sangat ramah. Kata-kata yang sudah diujung lidahku harus ku telan kembali. Aku mengangguk hormat lalu berjalan ke tempat aku harus duduk.
“Jadi, Anan....”
Aku banting pelan tasku lalu duduk. Aku tidak ingin membuat kekacauan di hari pertamaku. “Panggil saya Artha,”
Orang itu tersenyum mengenjek. Betul-betul tampang yang sangat menyebalkan.
“Terserah deh. Jadi, lo itu bule, hah?”
Aku pandang laki-laki itu. “Apa maksud anda dengan kata ‘bule’ tadi?”
Laki-laki bernama Keyfa itu melongo. Aku mendengus melihat ekspresinya itu. “Jujur, saya kagum dengan namamu. It’s a good name. But it’s not suit with your attitude,” Komentarku.
Wajah laki-laki itu semakin tak terkontrol. Sungguh pemandangan yang lucu.
***
You came from France? Really?”
“Why do you come back to Indonesia? France is better than Indonesia, isn’t it?”
“How the guy in there? Omg!! I want to go to France someday,”
“Kalian apa-apaan, sih?! Norak tahu nggak. Dia tuh orang Indonesia. Nggak usah sok ngomong pakai Bahasa Inggris. Bahasa nasional kita kan Bahasa Indonesia. Urusan dia kalau dia nggak ngerti apa yang kita omongin!”
Aku terperanjat mendengar suara keras Keyfa. Untung saja Bu Guru tadi sudah keluar. Aku tak ingin melihat wanita seperti dia marah-marah. Aku memang berasal dari Perancis. Mamaku adalah orang Perancis dan ayahku orang Indonesia. Akibatnya aku mempunyai rambut hitam legam, badan proporsional, kulit yang lebih putih dari orang asia umumnya, dan mata berwarna abu-abu. Aku tinggal di Indonesia dari lahir hingga umur 7 tahun. Lalu ayahku ditugaskan ke Perancis, hingga aku kembali ke Indonesia lagi.
“Ih, Keyfa! Biasa aja kali. Reaksi lo lebay tahu,” Ujar perempuan yang memperkenalkan dirinya dengan nama Ratih.
Aku mengerutkan alis. “Apa itu ‘lebay’?”
It means... Umm.. Acting more than it should be,” Balas Ratih dengan senyum yang super ramah. Tapi ramah yang terlalu dibuat-buat.
Aku lihat Keyfa menggedikkan bahu seperti merinding kedinginan. “Norak banget sih lo, Ratih! Dia aja nanyanya pakai Bahasa Indonesia, lo jawabnya sok pakai Bahasa Inggris. Reva! Tuker bangku, yuk! Bisa mendadak gila gue disini,” Teriak Keyfa ke salah satu laki-laki di sudut kelas.
“Nggak, deh. Lo sih duduk di depan. Hari ini ulangan Bahasa Jepang. Kan gue ogah ulangan berhadapan langsung dengan Sensei.” Teriak laki-laki yang dipanggil Reva tadi. Keyfa mendengus karna harus menerima nasibnya terperangkap denganku.
“Yaudeh. Lo tuker sama gue aja, Fa! Noh, lo duduk sama Megan. Biar gue duduk sama Artha...” Ratih menengok ke arahku dengan wajah yang berseri-seri. “Is it okay if i’m being your chairmate?”
Belum sempat aku membalas ucapannya, dia sudah melenggang pergi dan kembali membawa tas. Lalu dia melakukan gerakkan seperti mengusir Keyfa. Bagian kecil dariku tak ingin Keyfa pergi. Lebih baik aku terperangkap dengannya daripada dengan Ratih.
If you need something, you can ask me. This is my job as your friend.” Ujar Ratih yang sudah duduk di sampingku.
Friend, huh?
***
So, your mother is a Gaul?”
Aku mengangguk sekenanya. Ingin sekali aku pergi dari sini secepatnya. Suasana seketika menghening saat dari pintu muncul seorang guru dengan wajah yang ‘killer’.
“Keluarkan kertas selembar. Kita langsung ulangan. Dan untuk Anandia, kamu duduk saja. Tidak perlu mengikuti ulangan hari ini,” Ucap Guru tersebut.
She said that you...”
Saya mengerti maksud Guru itu. Terima kasih.” Ujarku dengan nada sinis. Ratih diam membisu dan lalu menulis di kertas kosong yang sudah ia siapkan sedari tadi.
Suasana kelas yang hening sungguh mendamaikanku hari ini. Dari tadi yang kulakukan hanya menahan senyum melihat ekspresi muka setiap anak-anak di kelas itu. Tatapan ku beralih ke sosok yang tiba-tiba berdiri dan melangkah ke arah meja guru. Keyfa.
“Kamu yakin dengan jawabanmu, Keyfa?” Tanya Guru itu dengan nada yang curiga.
“Yakin 100 persen, Sensei! Bahasa Jepang kan Bahasa Ibu saya,” Jawab Keyfa dengan humor.
Tatapanku terus menancap ke arah Keyfa sampai dia meninggalkan kelas. Dari sudut mataku, aku menangkap suatu gerakkan aneh di sampingku. Saat aku menengok, aku melihat Ratih mengeluarkan sebuah buku dari laci meja.
What are you doing?” Tanpa sadar aku berteriak terlalu keras hingga perhatian seisi kelas terpusat padaku dan Ratih. Cepat-cepat Ratih memasukkan kembali buku tadi.
“Ada apa, Anandia? Tanya Pak Guru yang sudah berdiri di sampingku.
“Ratih mengeluarkan sebuah buku dari laci, Sir!” Jawabku sejujurnya.
Pak Guru itu menangkat alis. “Benar begitu, Ratih?”
Ratih menggeleng cepat. Lalu Guru itu memasukkan tangannya dan menarik sebuah buku. Dibukanya buku itu. Kembali kulihat alis Guru itu menaik.
“Kamu boleh menyusul Keyfa keluar kelas, Ratih.” Perintah Pak Guru.
“Ta—tapi, sa-saya belum selesai, Sensei.” Ujar Ratih dengan gagap.
“Tidak apa-apa. Lagipula kertas ujianmu tak akan diperiksa oleh Bapak. Silahkan meninggalkan kelas.” Ucap Pak Guru dan berjalan kembali ke mejanya.
Ratih sontak menoleh ke arahku dengan tatapan berang sebelum ia keluar kelas. Aku bingung. Apa salahku?
***
“Lo kok jahat gitu, sih?” Serbu Ratih setelah Guru Bahasa Jepang itu meninggalkan kelas.
Aku diam. Tidak tahu harus membalas bagaimana.
“Apaan, sih?” Keyfa menyeruak dari kerumunan murid-murid yang sudah mengelilingiku. Sebagian diantaranya kesal dengan ulahku. Sebagiannya lagi ingin tahu apa yang akan terjadi.
“Gara-gara Artha gue kena sama Sensei!” Adu Ratih.
“Apa salah saya?” Tanyaku bingung. Lalu kerumunan tersebut membisikkan kata-kata yang tak bisa aku dengar.
“Lo polos banget, sih? Apa salah gue sama lo? Gue udah baik sama lo. Gue bersedia bantuin lo kalau lo perlu apa-apa. Gue mau berteman sama lo. Apa salah gue, hah?!” Bentak Ratih.
Tidak semua kata-kata Ratih dapat aku tangkap. Tapi ada satu kalimat yang langsung tertancap di otakku.
Aku lalu menatap bengis ke arah Ratih. Kerumunan itu sontak terdiam melihat tatapanku. “Sejak awal, saya tak pernah mengakui anda sebagai teman saya.”
***
Aku menunggu sopir Ayah datang menjemput. Sudah lebih dari 10 menit aku menunggu. Apakah tak ada satu pun dari orang-orang di negara ini yang bisa datang tepat waktu?
“Hey!”
Aku terlonjak mendengar suara itu. Dengan cepat aku menoleh dan mendapati Keyfa sedang berjalan ke arahku.
“Ngapain lo?” Tanyanya.
Waiting.” Jawabku.
“Mau gue temenin?”
Refleks aku melongo. Dia menawarkan bantuan? Serius?
“Errr... Bukannya apa-apa. Tapi gue nggak tega liat cewek sendirian sore-sore begini. Apalagi cewek kayak lo. Terlalu menggoda buat diculik,” Tambahnya.
Aku mengangguk singkat. Tidak baik menolak kebaikkan. Keyfa berdiri di sampingku sembari memainkan handphonenya.
“Untung gue langsung pindah tempat duduk. Bisa-bisa sekarang gue ada di posisi Ratih.” Keyfa terkekeh. “Tapi lo keren banget tadi siang. Lo bisa ngebungkam seorang Ratih yang terkenal dengan debatannya yang mematikan.”
“Terima kasih,” Ujarku singkat.
Hening. Aku tidak tahan. Banyak sekali pertanyaan yang ingin aku tanyakan pada Keyfa. Tapi aku terlalu malas bertanya lebih dahulu kepada orang asing.
“Yang lo lakukan nggak salah kok. Serius.” Ucap Keyfa tiba-tiba membuat aku tersentak.
Really? Tapi kenapa mereka semua seperti itu?” Tak tahan aku menumpahkan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
“Yaa.. Bagaimana ya gue jelasinnya? Err.. Intinya lo nggak salah, deh.”
“Saya masih tak mengerti.”
“Gini deh. Lo punya temen yang melakukan kejahatan dan lo lapor itu ke orang lain. Di satu pihak lo berbuat baik, di lain pihak temen lo ngerasa dikhianati. Ngerti, kan?” Jelas Keyfa.
Teman? Dikhianati? Apa yang mereka tahu tentang itu? Huh.
“Muncul lagi deh senyum jahatnya.”
Aku tersadar dari lamunanku. “What?”
“Lo ngerti kan maksud gue tadi?”
“Tidak,” Aku mengambil napas dalam. “Pertama, Ratih bukan teman saya. Kedua, bagaimana saya bisa mengkhianati saat dia memang bukan teman saya?”
“Ya memang Ratih yang ngaku-ngaku, sih. Tapi kan...”
“Saya tak pernah bilang kalau dia teman saya.”
“Umumnya saat orang melakukan perkenalan, itulah awal sebuah pertemanan.”
If that so, i don’t want to know everybody.
“Lo kenapa, sih?”
Aku menundukkan kepalaku. Semua ingatan itu langsung menyerbuku. “Last time I had a friend, I gave all I had to her, and what she did just stab me. She dated my boyfriend. She said many bad things about me to her another friends. I was so idiot,”
Hening. Aku menengadahkan kepala dan mendapati Keyfa sedang menatap bingung ke arahku. Is he deaf?
“Terus apa itu berarti semua orang yang akan berteman dengan lo punya niat untuk menghancurkan lo?”
Deg. Seperti sebuah tombak yang mempunyai ujung runcing, perkataannya langsung menembus otakku.
“Temen lo yang dulu itu memang salah. Tapi lo harus jadikan itu pelajaran. Bukan kenangan buruk. Bukan dijadiin tameng buat masa depan lo.”
“Jadi, saya salah?” Aku mendengus kesal.
“Yap.”
Aku melirik sinis padanya. “Saya harus minta maaf kepada Ratih?”
Absolutely.”  
"Karena?"
"Karena lebih baik lo minta maaf walaupun lo nggak salah, daripada lo keras kepala selalu benar."
Aku balikkan badanku menghadapnya, memiringkan kepalaku, dan menyipitkan mataku. Menantangnya.
“Maksud gue, dia juga harus minta maaf sama lo. Kalian berdua saling minta maaf. Yaelah, serem banget sih lo!” Ucapnya cepat-cepat. “Dan lo pernah denger kata-kata Abraham Lincoln nggak? Kata dia ‘Am I not destroying my enemies when I make friends of them?’”

Aku balikkan lagi badanku. Berusaha meresapi semua kata-kata Keyfa. Dia ada benarnya. Tidak baik membawa kenangan burukmu ke masa depanmu. Tapi tetap saja rasanya hati ini masih sakit mengingat pengkhianatan Rhannadine.
“Kalau lo ngerasa masih susah buat maafin, nggak usah dipaksa. Saran gue sih lo mulai sesuatu yang baru. Tuhan ngasih lo hal yang buruk supaya lo siap dengan hal yang menyenangkan.” Jelas Keyfa seolah bisa membaca pikiranku.
“Walaupun anda orang yang messy, jalan pikiran anda ternyata bagus juga.” Ucapku ogah-ogahan.
Bisa kulihat dengan sudut mataku Keyfa meringis. “Lo tuh harus belajar bagaimana caranya supaya nggak terlalu polos tahu nggak?” Keyfa memalingkan mukanya melihat ke jalan dengan tatapan kesal.
Could you help me then?”
Keyfa menengok ke arahku. “Bantu apa?”
“Belajar menjadi orang yang nggak terlalu polos.”
Kulihat orang itu tersenyum. Senyum yang berbeda dengan yang pernah kulihat. “Tentu.”
Aku menghela napas dan dengan cepat mengulurkan tanganku ke arahnya.
“Apa?” Tanya Keyfa bingung.
You said that i have to start the new one. So, i want to start it from you.” Aku pasti bisa. “Nama saya Anandia Martha Yuniati. Anda bisa panggil saya Artha. Nice to know you.”
Keyfa membeku cukup lama. Tanganku belum bergeming sedari tadi. Tapi nyaliku sudah ciut duluan. Perlahan kutarik kembali tanganku. Tapi tiba-tiba tangan Keyfa sudah menggenggam tanganku.
“Keyfa Rusyadi. Lo panggil gue Keyfa aja. Dan sebagai pelajaran pertama gue ke lo, gue akan ubah kata ‘saya-anda’ kamu setidaknya menjadi ‘aku-kamu’.” Ucap Keyfa dengan senyum termanisnya.
============================
 Oke (~_~) Udah lama gue nggak buat cerpen sama fanfict. Maklum gue lagi sibuk sama pelajaran di sekolah. Cerpen ini meaningnya nggak kuat banget, sih. Tapi cukuplah untuk sekedar penyegar otak (Buat gue, sih. Hehehe) :) 

Sign (Skip 2)

Mungkin ada beberapa followers twitter gue yang menganggap gue fanatik dengan horoskop. Itu salah besar -___-
Gue orang yang ngebaca horoskop dan 5 menit kemudian lupa dengan isi horoskop tersebut. Tapi saat gue baca fakta tentang kepribadian sign, baru gue suka. Kenapa? Kan, aneh aja kalau orang lain bisa baca kepribadian orang lain dengan sign doang? Yaaaa untung2 kalau bener. Kalau salah ya sama gue juga diabaikan kok. Nah masalahnya acc twitter horoskop di tl gue kadang2 bener -_- benernya itu bikin jleb.
Jadi jangan aneh kalau liat gue ngeretweet dan ngefavoritekan beberapa tweet. Karna itu emang gue banget -__-

Thursday, November 8, 2012

Skip 1

Saat ada yang salah tapi kau tak merasakan apa-apa.
Saat kenangan buruk datang menyerang tapi kau tersenyum.
Saat kau melihat semuanya bersama volume keras dari musik di headsetmu tapi kau hanya memiringkan kepala.

Apa yang terjadi?

Friday, October 12, 2012

Pray

Semalem Bokap jemput gue di GO. Padahal gue udah bawa motor. Yaudah gue jemput deh dia di mie ayam crispy deket GO. Dari jauh gue lihat dia lagi makan. Dan baru gue sadari, betapa tua dia saat ini. Riesa pernah ngomong ke gue bagaimana dia baru sadar bagaimana mamanya sudah bertambah tua. Dan gue baru sadar detik itu juga. Mindset gue selalu berpikir atau merasa bahwa hanya diri gue aja yang bertambah tua. Gue selalu merasa ortu gue segitu-gitu aja. Memang gue salah. Dan baru sadar.

Semalem gue nangis. Gue mikirin ortu gue. Pikiran gue simple aja. Gue belum kepengen kehilangan mereka berdua. FYI, gue bukan tipe anak yang suka cerita ke ortu. Yang gue ceritain ke ortu gue hanya apa yang mereka perlu tahu saja. Gue nggak pernah cerita soal masalah pertemenan gue, bagaimana gue di sekolah, dll. Yang mereka tahu adalah apa yang gue dapat dari pelajaran di sekolah. Just that. Temen-temen gue yang mereka tahu saja cuma beberapa. 

Bukan. Bukan karna gue nggak suka mereka ikut campur. Tapi gue nggak mau mereka berfikir yang macam-macam dan khawatir yang berlebihan. Gue cukup ingin menunjukkan kepada mereka kalau gue kuat. Kalau gue tegar. Walaupun gue nggak begitu. Walaupun gue suka nangis diam-diam di kamar kalau ada masalah berat. Bukan karna apa-apa. Gue cuma pengen yang mereka ketahui bahwa gue bahagia. (Oke, dalam konteks ini bukan berarti gue nggak bahagia ye.)

Tapi itu tidak menunjukkan bahwa gue nggak deket sama ortu gue. Nggak. Gue deket, kok. Tapi gue punya dunia dimana ortu gue cukup main di belakang layar saja. Biar gue saja yang akting di panggung. Biar gue sendiri yang ngerasain semuanya. Mereka hanya perlu kasih support dan menjadi orang yang pertama yang gue datengin dan bilang "Ibu, Bapak, aku berhasil!"

Masalah di luar sekolah dan keluarga, gue selesaikan sendiri. Gue nggak pernah minta saran sama ortu. Gue nggak pernah curhat sama mereka. Keberadaan mereka di rumah saja sudah cukup buat ngasih "support bisu" ke gue. Dan itu lah yang gue doakan kemarin. Gue pengen mereka berdua masih ada buat gue sampai gue sudah siap jika suatu hari mereka dipanggil oleh Allah SWT. Cuma kehadiran dan kasih sayang mereka saja yang gue butuhkan sekarang. Gue belum mau mereka pergi dalam waktu dekat. Gue masih butuh "support bisu" mereka.

Cita-cita terdalam gue adalah bisa beliin apapun yang ortu gue mau. Gue pengen saat mereka ngeluh sesuatu nanti, gue bisa memperbaikinya.  Gue pengen bisa jadi orang yang akan mereka banggakan. It's simple. Seperti gue hidup untuk nyokap-bokap gue. Untuk kebahagiaan mereka.

Wednesday, October 3, 2012

MoodBooster now: Cloudy sky

Di tengah kesibukkan gue dengan LKS, gue masih bisa sempet-sempetnya buat postingan di Blog. Yeah, that's my skill. Soalnya, seorang kakak kelas yang jago dalam sastra pernah bilang sama gue. 
Saat kau menemukan sebuah kata-kata fantastik, cepatlah tulis.
Yeah!! Berhubung gue adalah orang yang jarang jarang jarang jarang sekali dapet inspirasi buat nulis, jadi gue harus cepat-cepat menumpahkannya saat dapat inspirasi.

Gue lagi capek. Banyak cobaan sejak dimulainya pembelajaran kelas 3 ini. Untungnya gue nggak ada masalah keluarga. Gue nggak akan jabarin masalah apa aja yang lagi gue hadapin. Cukup satu aja. Masalah sekolah.

Pr numpuk gila -_- Minggu depan UTS pula. Heuhhhh. Intinya gue udah capek. Rasanya gue ke sekolah aja setengah hati. Pulang ke rumah, masih setengah hati juga. Gue merasa nyawa gue udah dibagi kemana-mana. Nggak ada yang benar. Tiap ada waktu kosong, gue pakai buat berpikir melalang buana. Hal itu menjadikan gue sensitif dan gampang marah. Terbukti bagaimana gue udah buat berbagai kekacauan. Tapi, masa bodoh. Selama kehidupan nyata gue baik-baik saja, gue nggak akan kenapa-kenapa. Motto gue pada saat ini: Buanglah apapun yang mengganggumu dan jangan biarkan itu kembali lagi.

Di tengah semua itu gue berharap ada sesuatu yang menjadi moodbooster gue. Alhamdulillah Allah melimpahkan karunia-Nya. Dihadirkannya mendung belakangan ini. Gue menjadi lebih damai walau di dalamnya gue masih ruwet.

Mendung. God! I love it so damn much! Kenapa gue bisa suka sama suasana itu? Melihat langit dari warna sesungguhnya sangat menentramkan jiwa gue. Berbagai pikiran positif datang pada gue. Jadi, buat kalian yang merasa perlu waktu "baik" untuk berbicara dengan Anggun, biacaralah padanya saat mendung. Surely, gue bakal memberikan tanggapan positif.

Tapi selain hal positif, yang gue dapet saat mendung adalah flashback. Memang nggak bagus untuk memandang ke belakang. Apalagi itu adalah kejadian buruk yang membuat sakit hati. Uh. Tapi, saat mendung, adegan flashback itu datang secara perlahan dan lembut. Membuat kita merindukan adegan-adegan yang kita renungkan. Kerinduan yang lembut itu yang gue sukai. Rasanya seperti semua kekuatan lo datang and like you never ever meet something called sadness. It makes everything ok.

Itu lah kekuatan gue saat ini. Gue nggak habis-habisnya bersyukur kepada Allah SWT karna sudah menciptakan suasana mendung. Walau kadang-kadang ngebuat gue galau, tapi gue lebih banyak dapat hal positifnya.

I ADORE CLOUDY SO FUCKING MUCH

Sunday, September 30, 2012

Cycle of Life


Gue sendiri nggak ngerti kenapa gue kebelet pengen buat postingan ini. Gue cuma merasa ada sesuatu yang mendesak keluar. Gue udah nggak bisa ngelimpahin semuanya ke aplikasi social network yang lain. Blog dirasa paling aman karna jarang orang yang melihatnya. Just they are who really do want to know something about me. Jadi postingan2 blog yang berisi curhatan atau petuah nggak akan gue share di twitter lagi. Tapi, ngapain juga ya gue ngasih petuah tapi nggak disebarin? -_- Ya menghindari dari hal yang buruk saja.

Back to the topic, gue selalu salut dengan bagaimana siklus hidup berlangsung. Selalu memberikan hal mengejutkan ke kita. Bahkan siklus hidup dapat memberikan hal yang sama berulang kali tapi dengan jalan yang berbeda. Bagaiamana seseorang bisa jatuh ke lubang yang sama untuk yang kedua kalinya. Pernah ngerasain?

Gue pernah ngerasain "sudah jatuh tertimpa tangga". Rasanya sakit sebagaimana luka yang belum sembuh diberi tetesan jeruk nipis. Gue adalah orang yang butuh waktu lama buat nyembuhin luka. Dan lebih buruknya, gue orang yang gampang terluka. Okay, it sounds so "lebay" -_- Tapi beneran deh. Gue orang yang gampang marah tapi cepat buat memaafkan. Walaupun sakit dari lukanya masih ada.

Ada yang bilang kehidupan itu kayak roda. Pasti pernah di atas, pernah di bawah. Lama waktu kau di atas dan di bawa pasti akan sama. Kalau merasa tidak sama, lihat lebih seksama. Hidup tuh adil. Karna Allah SWT yang membuatnya adalah Maha Adil. Gue nggak tahu bagaimana dan kapan Allah akan membalas pengorbanan dan keegoisan gue selama gue hidup. Tapi gue percaya pasti adil.  Dia-lah yang sangat aku percayai.

Hal yang buruk di dunia ini gue anggap adalah pelengkap untuk menyeimbangkan hidup. Kau tak tahu bagaimana indahnya senyuman sebelum kau merasakan pahitnya tangisan. Kau tak tahu bagaimana berharganya sebuah pertemuan sebelum kau merasakan sakitnya perpisahan.

Pertemuan-perpisahan. Ada yang lama, ada yang singkat. Menurut gue pertemuan yang paling lama adalah pertemuan dengan keluarga inti. Dan pertemuan yang paling singkat menurut gue adalah pertemuan di dunia maya. Gue nggak usah kasih komen dengan argumen gue yang pertama, kan? Kalau yang kedua, err, gue udah ngerasain. Buktinya macam Norman, Jojo-Shinta, dan si Udin itu. Mereka memang sangat terkenal pada masanya. Tapi sekarang? Gue udah nggak denger kabar mereka lagi tuh -_-

Begitulah siklus hidup. Saling bertolak belakang. Saling melengkapi. You don't know how it's going to work. You just can prepare for the best and the worst. But, keep my words:

You are not the highest nor the lowest. So don't be selfish and always be grateful.

Taylor Swift - We Are Never Ever Getting Back Together

I Remember when we broke up the first time
Saying "This is it, I've had enough", cause like
We hadn't seen each other in a month
When you, said you, "needed space", what?

Then you come around again and say
Baby, I miss you and I swear I'm gonna change
Trust me, remember how that lasted for a day
I say, I hate you, we break up, you call me, I love you

Oooh we called it off again last night
But Oooh, this time I'm telling you, I'm telling you

We are never ever ever ever getting back together
We are never ever ever ever getting back together
You go talk to your friends, talk to my friends, talk to me
But we are never ever ever ever getting back together

Like ever...

I'm really gonna miss you picking fights
And me, falling for it screaming that I'm right
And you, will hide away and find your peace of mind
with some indie record that's much cooler than mine

Oooh you called me up again tonight
But Oooh, this time I'm telling you, I'm telling you

We are never ever ever ever getting back together
We are never ever ever ever getting back together
You go talk to your friends talk to my friends talk to me
But we are never ever ever ever getting back together

I used to think, that we, were forever ever
And I used to say never say never
Huh, he calls me up and he's like, I still love you
And i'm like, I just, I mean this is exhausting, you know
We are never getting back together, like ever

We are never ever ever ever getting back together
We are never ever ever ever getting back together
You go talk to your friends talk to my friends talk to me
But we are never ever ever ever getting back together
Not getting back together, we
Oh, getting back together
You go talk to your friends talk
to my friends talk to me
But we are never ever ever ever getting back together


Gue lagi tergila-gila dengan lagu ini. Seriously. Bawaannya enak dinyanyiin :3


Friday, September 7, 2012

Blue Bird - Ikimono Gakari

Habata itara modoranai to ittte
Mezashita no wa aoi aoi ano sora

"Kanashimi" wa mada oboerarezu
"Setsunasa" wa ima tsukami hajimeta
Anata e to daku kono kanjou mo
Ima "kotoba" ni kawatte iku

Michi naru sekai no yume* kara mezamete
Kono hane wo hiroge tobitatsu

Habata itara modoranai to itte
Mezashita no wa shiroi shiroi ano kumo
Tsukinuketara mitsukaru to shitte

Furikiru hodo aoi aoi ano sora
Aoi aoi ano sora
Aoi aoi ano sora

Aisou sukita you na oto de
Sabireta furui mado wa kowareta
Miakita kago wa hora sutete iku
Furikaeru koto wa mou nai
Takanaru kodou ni kokyuu wo azukete**
Kono mado wo kette tobitatsu

Kakedashitara te ni dekiru to ittte
Izanau no wa tooi tooi ano koe
Mabushi sugita anata no te mo nigitte
Motomeru hodo aoi aoi ano sora

Ochite iku to wakatte ita
Soredemo hikari wo oi tsudzukete iku yo

Habata itara modoranai to ittte
Sagashita no wa shiroi shiroi ano kumo
Tsukinuketara mitsukaru to shitte
Furikiru hodo aoi aoi ano sora

Aoi aoi ano sora
Aoi aoi ano sora


Ini lagu sehidup semati gue.. (?) Gue selalu deg-degan denger lagu ini. It's special song ever

Payphone - Maroon 5

I'm at a payphone trying to call home
All of my change I spent on you
Where have the times gone, baby it's all wrong
Where are the plans we made for two?

Yeah, I, I know it's hard to remember,
The people we used to be...
It's even harder to picture,
That you're not here next to me.

You say it's too late to make it,
But is it too late to try?
And in our time that you wasted
All of our bridges burned down

I've wasted my nights,
You turned out the lights
Now I'm paralyzed,
Still stuck in that time,
When we called it love,
But even the sun sets in paradise

I'm at a payphone trying to call home
All of my change I spent on you
Where have the times gone, baby it's all wrong
Where are the plans we made for two?

If "Happy Ever After" did exist,
I would still be holding you like this
All those fairy tales are full of shit
One more fucking love song, I'll be sick.

Oh, you turned your back on tomorrow
'Cause you forgot yesterday.
I gave you my love to borrow,
But you just gave it away.

You can't expect me to be fine,
I don't expect you to care
I know I've said it before,
But all of our bridges burned down

I've wasted my nights,
You turned out the lights
Now I'm paralyzed,
Still stuck in that time,
When we called it love,
But even the sun sets in paradise

I'm at a payphone trying to call home
All of my change I spent on you
Where have the times gone, baby it's all wrong
Where are the plans we made for two?

If "Happy Ever After" did exist,
I would still be holding you like this
All those fairy tales are full of shit
One more fucking love song, I'll be sick.
Now I'm at a payphone

Man, fuck that shit
I'll be out spending all this money
While you're sitting round wondering
Why it wasn't you who came up from nothing,
Made it from the bottom
Now when you see me I'm stunning,
And all of my cars start with a push of a button

Telling me the chances I blew up
Or whatever you call it,
Switch the number to my phone
So you never could call it,
Don't need my name on my shirt,
You can tell it I'm ballin.

Swish, what a shame could have got picked
Had a really good game but you missed your last shot
So you talk about who you see at the top
Or what you could have saw but sad to say it's over for.
Phantom pulled up valet open doors
Wiz like go away, got what you was looking for
Now it's me who they want, so you can go and take
That little piece of shit with you.

I'm at a payphone trying to call home
All of my change I spent on you
Where have the times gone, baby it's all wrong
Where are the plans we made for two?

If "Happy Ever After" did exist,
I would still be holding you like this
All those fairy tales are full of shit[Album:] All those fairy tales are full of it.
One more fucking love song, I'll be sick.[Album:] One more stupid love song, I'll be sick
Now I'm at a payphone...





Karna Tasya, lagu ini jadi punya artinya bagi gue..

You - Ten2Five

You...
You did it again
You did hurt my heart
I don’t know how many times

You…
I don’t know what to say
You’ve made me so desperately in love
And now you let me down


You said you’d never lie again
You said this time would  be so right
But then I found you were lying there by her side
 
Oh you..
You turn my whole life so blue
Drowning me so deep,  I just can reach myself again

Oh you..
Successfully tore myheart
Now it’s only pieces
Nothing left but pieces of you

Oh you..
You frustated me with this love
I’ve been trying to understand
You know i’m trying i’m trying

Oh you..
I don’t know what to say
You’ve made me so desperately in love
And now you let me down

You said you’d never lie again
You said this time would  be so right
But then I found you were lying there by her side
 
Oh you..
You turn my whole life so blue
Drowning me so deep,  I just can reach myself again

Oh you..
Successfully tore myheart
Now it’s only pieces
Nothing left but pieces of you
You turn my whole life so blue
Drowning me so deep,  I just can reach myself again

Oh you..
Successfully tore myheart
Now it’s only pieces
Nothing left but pieces of you

Innocence -Avril Lavigne

Waking up I see that everything is ok
The first time in my life and now it's so great
Slowing down I look around and I am so amazed
I think about the little things that make life great
I wouldn't change a thing about it
This is the best feeling

This innocence is brilliant, I hope that it will stay
This moment is perfect, please don't go away, I need you now
And I'll hold on to it, don't you let it pass you by

I found a place so safe, not a single tear
The first time in my life and now it's so clear
Feel calm I belong, I'm so happy here
It's so strong and now I let myself be sincere
I wouldn't change a thing about it
This is the best feeling

This innocence is brilliant, I hope that it will stay
This moment is perfect, please don't go away, I need you now
And I'll hold on to it, don't you let it pass you by

It's the state of bliss you think you're dreaming
It's the happiness inside that you're feeling
It's so beautiful it makes you wanna cry

It's the state of bliss you think you're dreaming
It's the happiness inside that you're feeling
It's so beautiful it makes you wanna cry

It's so beautiful it makes you want to cry

This innocence is brilliant, it makes you want to cry
This innocence is brilliance, please don't go away
Cause I need you now
And I'll hold on to it, don't you let it pass you by

This innocence is brilliant, I hope that it will stay
This moment is perfect, please don't go away, I need you now
And I'll hold on to it, don't you let it pass you by





Dari awal gue denger lagu ini, gue jatuh cinta. Ini lagu Avril yang pertama membuat gue terpesona. Dan saat tiba-tiba winamp nge-play lagu ini, seketika gue merinding. I found a place that i used to think so safe.

Dari NOL jadi DODOL


Gue selalu penasaran darimana asal ketertarikkan gue akan menulis. Yang gue maksud dengan menulis bukannya benar-benar menulis dengan tangan. Maksud gue membuat sebuah cerita. 3 sahabat gue ahli dalam bidang ini. 

Raden (Rizka/Risut), karya tulis yang ia hebati adalah puisi. Baca aja di blog dia di sini. Dia bilang, sih, itu bukan puisi. Bodo weh lah mau nyebut itu puisi atau bukan. Tapi keterampilan dia buat puisi yaaaaa bagus deh. Walau dia jarang membuat karya tulis, tapi pengetahuan dan pengamatannya harus diacungin jempol!! (Y)

Tasya, dia suka buat cerpen. Cerpen-cerpen dia bisa lo liat di sini. Cerpennya, sih, bagus-bagus. Cerpen dia yang judulnya "Hilang Dalam Diam" itu ............... *lupakan* Daya imajinasi dia juga hebat. Selain itu, dia juga inofatif~ (nih gue puji-puji lo, sya!)

Devita, jangan ditanyalah dia mah. Dia juara 1 lomba cerpen tupperware. Hadiahnya juga lumayan bangetttttttttt pakai t 100 kali. Dia sumber inspirasi gue. Gue selalu salut bagaimana dia bisa dengan mudah mendapatkan inspirasi menulis. Gue? Butuh semedi di kamar mandi 7 hari 7 malam dulu baru dapat inspirasi. Gue pernah lho tandingin cerpen gue sama dia. Hasilnya pertandingannya, gue harus traktir dia kue cane -_- Nah, makhluk inilah yang memperkenalkan gue dengan kegiatan membuat karangan tulis.

Awalnya adalah saat kelas 1 SMA. Dia lagi buat novel dengan judul "My Eternal Happiness". Gue yang masih bego, terkesima dengan kegiatan dia. Selama ini kerjaan gue adalah membaca novel. Dan sekarang gue berteman dengan penulis novel. *Tolong dipertebal kata "bego" tadi. Karna gue bener-bener kayak orang bego waktu itu.*

Karangan menulis pertama gue adalah fan fiction. Waktu itu gue masih dodol banget merangkai kata (Sekarang juga masih dodol, sih. Hehehehe). Vocab gue juga masih minim. Ahhh, pokoknya masih dodol prododol.

Tapi kian kemari, ada peningkata, sih. Sedikit. Gue nggak akan pernah puas dengan ketertarikkan gue akan membuat cerita. Walau gue sekarang masih mendasar pada FF dan cerpen. Do'akan gue bisa buat novel best seller suatu hari. *aminnnnn*


I ask my regards to my lovely deeply Depitah. For everythings you've shown to me, it change me.

Sunday, September 2, 2012

Hurt

Pernah nggak ngerasain sakit banget? I did.
Pernah nggak ngerasain saat kau nggak bisa apa-apa? I did.
Pernah nggak nangis sampai susah berhenti? I did.
Atau, pernah nggak ngerasain sakit banget, tapi kamu nggak bisa berbuat apa-apa, bahkan nangis pun udah nggak cukup untuk meluapkannya? I do.

Kenangan. Mengapa harus ada kenangan kalau itu cuma bisa buat kita sakit? Mengapa harus ada kenangan buruk? Mengapa kenangan buruk adalah kenangan yang paling  susah dilupakan?

Why?

Saat kamu sudah tahu realitasnya, semua kenangan dan harapan menghantammu bagai hujan di padang pasir. Apa yang kau rasakan? Apa yang kau lakukan?

Saat hati menjerit rindu, tapi disaat yang bersamaan dia tertusuk oleh masa lalu dan masa sekarang. Apa yang kau rasakan? Apa yang kau lakukan?

Saat kau berusaha mengais-ngais untuk sebuah harapan, tapi kau ragu untuk mencobanya. Karna kau takut dengan sakit yang dulu menyiksamu. Apa yang kau rasakan? Apa yang kau lakukan?

Apa yang aku rasakan? Hurt.
Apa yang aku lakukan? Nothing.
 Puas kau sekarang?

Saturday, September 1, 2012

Letters in my tree

*01 September 1971*
Kulihat ia berjalan menuju Hogwarts Express. Langkah pasti, tatapan mengawasi. Pure-blood. Sudah bukan hal asing pada zaman ini bahwa pure-blood lah yang berkuasa. Tapi ada yang berbeda dari orang ini. Dia terlihat sangat berhati-hati. Seakan anak-anak disini adalah bom waktu. Mungkin aku harus berhati-hati dengan dia.

*25 Desember 1974*
“Tambah lagi, Anggun?”
Aku tersenyum mengiyakan. Aku merayakan natalku di rumahnya. Kami melakukan giliran. Tahun kemarin dia merayakan natal ke rumahku. Keluarganya cukup ramah padaku. Aku senang-senang saja. Tapi kulihat dia tampak murung di seberang meja. Dia hanya memainkan makanannya. Aku tahu kenapa. Dan aku yakin kalian juga tahu kenapa.
“Kau kok bisa sih tahan sama mereka?” Semburnya saat masuk ke kamarku.
Aku hanya mengangkat bahu. Tak tahu harus menjawab apa. Kami cukup dekat dalam waktu 3 tahun ini. Awal kami berkenalan adalah saat ia bersalaman denganku karna kami berdua adalah siswa/siswi pertama yang memasuki Gryffindor. Sejak saat itu kami berdua sangat dekat. Aku juga cukup dekat dengan ketiga temannya yang lain. Cukup menyenangkan menjadi sahabatnya. Yeah, sahabatnya.

*31 Agustus 1976*
“Kau, apa?”
Kuhembuskan napas. Ada semacam luka dalam hatiku. Aku sudah cukup dewasa untuk tahu apa rasa sakit ini. Aku sudah cukup dewasa untuk tahu apa perasaan ini. Tapi aku belum cukup dewasa untuk mengetahui apa yang harus aku lakukan terhadap rasa sakit di perasaan ini.
“Ayahku dialih tugas kan ke Yunani. Aku harus pindah sekolah.” Ucapku padanya.
“Kau bercanda bukan?” Tanyanya.
Aku tak berani memandang matanya. Rasanya sakit harus meninggalkan orang yang sangat ku cintai. Rasanya sakit karna hanya aku yang merasakannya. Rasanya sakit karna aku tak bisa meluapkan semuanya.
“Tak masalah bukan? Kita masih bisa berkirim surat dengan burung hantu. Walaupun....” itu tak pernah cukup. “Walaupun itu sangat menyusahkan.“ Ucapku sembari tersenyum menyeringai.
Hening.
Kuangkat kepalaku. Kulihat ia memandangku dengan tatapan marah. “Itu berbeda.”
“Apa yang beda? Apakah itu berarti? Tidak untukmu, kan?” Tantangku.
“Kau tak pernah tahu apa-apa, Anggun.”
“Karna kau tak pernah memberi tahuku apa-apa, Sirius.”
Aku pergi dari rumahnya. Itulah percakapan terakhir kami. Selamanya.

*01 Sepetmber 2000*
Aku berada di King’s Cross mengantar anakku yang ke-2 berangkat ke Hogwarts. Bersama, kami melewati peron 9 ¾. Kulihat si ular merah besar. Hogwarts Express. Teringat bagaimana kali pertama aku menaikinya. Kali pertama aku melihatnya.
Selama aku di Yunani, aku masih tetap berlangganan Daily Prophet. Aku selalu mengikuti perkembangannya. Saat ia dipenjara di Azkaban. Saat ia berhasil lolos dari Azkaban. Saat namanya dibersihkan atas segala tuduhan. Aku percaya padanya. Selalu.
Setelah mengatar anakku, aku akan mampir ke rumah lamaku. Mengenang hal-hal yang baik. Jika aku masih ingat hal-hal baik itu.
Rumahku dekat dengan pemukiman Godric’s Hollow. Rumah sederhana tapi nyaman. Aku berkeliling di sekitar pekarangan. Teringat saat dia mengajarkanku teknik-teknik quidditch disini. Kuhampiri pohon lebat disamping rumahku. Tempatku dan dia bersantai setelah bermain quidditch.
Kulihat sesuatu menyembul dari lubang di bawah pohon itu. Saat kuambil, ternyata itu adalah beberapa surat yang sudah mengkuning. Surat itu dilindungi mantra impervius. Dapat kukenali tulisan tangan itu. Sirius.

------------------------------------------------------------------------------------------------

21 Juli 1977
Hai! Kau dimana sekarang? Terakhir kali kita berbicara kau tidak memberitahuku alamatmu di Yunani. Aku sungguh mengkhawatirkanmu. Aku bertanya-tanya pada tetanggamu. Tak ada yang tahu. Kau seperti menghilang begitu saja. Apa kau tak memikirkan perasaanku?
Dari sahabatmu,

Sirius Black
P.s.: Selamat ulang tahun.

------------------------------------------------------------------------------------------------

21 Juli 1978
Akhirnya aku lulus dari Hogwarts. Aku memutuskan untuk bergabung dengan Order Phoenix. Aku kabur dari rumah. James memberiku tempat di rumahnya. Dia memang sahabat terbaikku. Aku dengar wajahku dihanguskan oleh ibuku sendiri di pohon keluarga Black. Aku tidak peduli.
Aku masih mengkhawatirkanmu. Dimana kau?
Dari sahabatmu,

Sirius Black
P.s.: Selamat ulang tahun.

------------------------------------------------------------------------------------------------

21 Juli 1979
James dan Lily akan menikah. Aku terpilih sebagai pendamping laki-laki. Ah sahabatku. Aku sungguh bahagia atas dia. Bagaimana denganmu? Apakah kau akan menikah?
Keadaan disini sungguh kacau. Bagaimana keadaanmu? Dimana kau?
Dari sahabatmu,

Sirius Black
P.s.: Selamat ulang tahun.


------------------------------------------------------------------------------------------------

21 Juli 1980
Anak dari Lily akan segera lahir. Laki-laki. James berkata aku akan jadi bapak baptisnya. Aku tak bisa menggambarkan seberapa besar kebahagiaanku. Andai aku bisa membalas semua kebaikkannya.
Apa kau tak pernah kembali? Aku sungguh menantimu. Dimana kau?
Dari sahabatmu,

Sirius Black
P.s.: Selamat ulang tahun.


------------------------------------------------------------------------------------------------

21 Juli 1981
Semua berjalan dengan sempurna. Rumah Lily diberi mantra fidelius. Awalnya akulah sang pemegang kunci. Tapi beralih ke si kecil Peter. Aku khawatir padanya. Ada sesuatu yang berbeda. Tapi aku tak akan mencurigai sahabatku sendiri. Aku percaya pada mereka.
Apakah semuanya baik-baik saja? Aku selalu mengkhawatirkanmu. Dimana kau?

Dari sahabatmu,

Sirius Black
P.s.: Selamat ulang tahun


------------------------------------------------------------------------------------------------


21 Juli 1993
Aku dijebak oleh si busuk Peter. 12 tahun terpenjara karna bukan kesalahanku. Mengalami kondisi terburuk yang pernah aku alami. Aku akan balas dendam. Aku tahu dimana dia. Aku akan mengejarnya. Walaupun aku harus mati.
Apa kabarmu? Aku percaya kau akan membaca surat ini suatu hari. Entah kapan.

Dari sahabatmu,

Sirius Black
P.s.: Selamat ulang tahun.


------------------------------------------------------------------------------------------------

21 Juli 1994
Aku baik-baik saja sekarang. Aku masih dalam pelarian dengan buckbeak (seekor hippogriff). Aku sudah bertemu dengan Harry. Dia mirip sekali dengan James. Aku juga bertemu dengan Remus. Kau ingat dia, kan? Peter kabur. Tapi aku akan berusaha mengejarnya.
Aku selalu berharap kau membalas suratku. Selalu.
Dari sahabatmu,

Sirius Black
P.s.: Selamat ulang tahun.

------------------------------------------------------------------------------------------------

21 Juli 1995
Aku kembali ke rumahku. Tempat terburuk dan teraman. Harry mendapat masalah. Aku tak heran mengingat bagaimana Ayahnya. Tapi kali ini ia dijebak. Aku yakin itu.
Ini mungkin kali terakhir aku mengirimu surat. Entahlah. Aku hanya merasa seperti orang bodoh. Mengirimi seseorang surat setiap ulang tahunnya ke rumah lamanya dan tak pernah mendapat balasan selama 18 tahun. Jangankan balasan, kabar tentangmu pun aku belum dengar sama sekali. Pernahkah aku bilang padamu bahwa aku mencintaimu? Tentu saja tidak. Egoku terlalu besar. Tapi aku masih menunggumu. Aku akan selalu menunggumu.
Aku mencintaimu. Selalu.

Sirius Black
P.s.: Selamat ulang tahun. Selamat tinggal.

Friday, August 10, 2012

Fanfict 2 part 7


Tanpa aku sadari aku sudah dikelilingi oleh beberapa murid Slytherin. Dan di hadapanku, menatap dengan curiga, sosok yang membuat hari-hariku bahagia, Draco. Pansy yang sejak tadi tersenyum licik, membuka suara lebih dahulu.

“Upss. Sepertinya ada yang terjebak dalam masalah.”

Kulihat alis Draco mengkerut. Wajahnya tidak memancarkan keakraban lagi. Dia menatapku seolah aku orang asing yang memasuki wilayahnya. Sepercik amarah tersulut di dalam diriku. Rasa ingin melawan.

“Jadi, apa maksud dari semua ini, Draco?” Tantangku.

Alis Draco terangkat, sementara aku memincingkan mataku. Genggaman tanganku menguat. Kuambil langkah pendek ke depan. Gigiku gemetaran. Api kecil itu sudah berkobar-kobar dalam diriku. Tapi Draco tidak memberikan ekspresi takut, khawatir, ataupun gelisah. Dengan muka datarnya, ia membalas semua gerakanku dengan menyilakan tangannya dan menyeringai.

“Baru sadarkah kau? How pitty you are!

Api dalam diriku semakin membesar. Kuarahkan kepalan tanganku ke arah mukanya. Terdengar bunyi hantaman. Draco terjatuh ke lantai perpustakaan. Semua orang tercekat. Tubuhku masih bergetar hebat akibat dari tindakakanku tadi. Kutarik napas panjang. Berharap tubuhku tenang kembali.

You’re right.” Balasku. 

Aku berjalan melewati tubuh Draco yang masih terkulai di lantai. Terdengar pekikkan Pansy, menanyakan keadaan Draco. Setelah berada di luar perpustakaan, aku sedikit limbung. Kutarik napas panjang lagi sembari menutup mata. Terasa mataku sedikit panas. Kurasakan basahnya air mata. Tidak. Aku tak boleh menangis untuk lelaki tidak berguna itu. Aku harus secepatnya kembali ke asrama. Aku langkahkan kakiku dengan mantap. Air mataku kembali merebak. Kupercepat jalanku. Mendorong seorang murid Ravenclaw saat ia selesai menjawab teka-teki pintu asrama. Aku berlari saat sudah mencapai tangga asrama. Membuka pintu kamarku lalu membantingnya. Napasku terengah-engah. Kulihat Hest manatapku bingung. Aku berlari ke arahnya, memeluknya, dan menangis dalam dekapannya. Dadaku terasa sakit. Hest hanya diam dan membelas pelukanku. Perlahan ia membelai punggungku. Berusaha menenangkanku. Tapi Aku berteriak dalam sedu tangis.

Kabar tentang aku meninju Draco tersebar luas dalam sehari. Dengan ditambahi bumbu-bumbu di cerita itu. Aku jamin bahwa itu karangan dari Pansy. Seharian kemarin aku diwawancarai dan diceramahi oleh Lucie. Dilain pihak, Josh malah membuang muka saat bertatapan atau berpapasan denganku. Aku bertanya ke Lucie, tapi ia hanya mengangkat bahu, tidak tahu apapun.

Aku menjadi musuh nomor satu di Slytherin. Mereka berang karna aku telah memberi lebam di muka salah satu murid emas Slytherin. Apakah aku merasa terintimidasi? Tentu tidak. Karna berdasarkan hasil pengamatan Hest, mayoritas dari murid-murid Gryffindor dan Hufflepuff mendukungku. Ravenclaw? Tentu saja mereka berada dipihakku.

Tapi tetap saja ada rasa mengganjal di hati setiap aku berpikir tentang Josh. Apakah dia kecewa padaku karna sempat mempercayai Draco? Atau karna aku telah berperilaku kasar sebagai murid Ravenclaw? Harusnya dia bilang kepadaku jika ada yang salah. Bukannya menjauh seperti ini. Amarah kembali tersulut dalam benakku. Ingin sekali aku mendatangin si bodoh Josh. Apa perlu aku meninjunya juga? Sungguh menyebalkan.

2 minggu kuhabiskan dalam perang bisu dengan Josh. Lucie mencoba mengakrabkan aku dengan Josh kembali. Dari mulai selalu membicarakan aku di depan Josh atau sebaliknya hingga berusaha mempertemukan kami di Hogsmeade. Tapi semuanya gagal total.

“Aku menyerah dengan kalian berdua.” Ucapnya Lucie saat makan malam di Aula Besar.

It’s okay. Aku juga tidak mau berbaikan dengan si Rubah.” Balasku sinis.

Are u kidding? Kalian berdua sudah seperti adik-kakak. Tidak seharusnya kalian bertengkar untuk alasan yang tidak jelas.” Sergah Lucie.

Aku mengangkat bahu dan terus memainkan spaghettiku. Di sebrang meja, kulihat Draco sedang menatap tajam ke arahku. Rasa sakitku terhadapnya sudah menghilang. Rasa kagumku pun turut pergi. Tapi aku tidak takut lagi mendapatkan tatapan tajam dari siapapun, termasuk Draco. Jadi, kubalas tatapannya dengan mengangkat gelas jus labuku. Melakukan gerakan bersulang dengan senyum sombong. Kulihat dia mendengus kesal.

Saat aku memalingkan mukaku, tatapanku bertabrakan dengan Josh yang duduk di ujung meja. Menatap dengan muka datar. Rasa kesal dari hatiku membuat aku membuang muka dan kembali menatap spaghettiku.

“Ummm Lucie. Aku ingin memperingatkan kau. Hati-hatilah terhadap Draco.” Ucapku lalu berdiri untuk kembali menuju asrama.

Fanfict 2 (Part 6)


*1 bulan kemudian*

Lucie menatapku seakan aku adalah siswi yang ternyata teroris nomor satu di dunia. Tangannya mencengkram pundakku seakan elang mencengkram ikannya.

“Kau tak pernah bilang padaku bahwa kau dekat dengan Draco sekarang.”

Aku menelan ludah. Bukannya tidak mau menceritakan. Tapi aku yakin kalau aku cerita pada Lucie, Hest, dan Arina mereka pasti menentang hubungan pertemananku dengan Draco.

“O-oh ya?” gagapku. “Aku lupa tuh.”

Lucie memincingkan matanya. Melepas cengkraman pada pundakku lalu menyilakan kedua tangannya. Pertanda ia akan ceramah panjang.

“Lebih baik kau menjauh deh. Kau tahu kan kalau dia itu jahat. Aku takutnya kau dimanfaatkan. Oke kita berpikir positif. Dia merasa bersalah padamu, lalu meminta maaf. Tapi akan aneh bukan kalau dia lalu mendekatimu? Aku tahu..” Ucapnya saat aku mau menyela ceramahnya. “Aku tahu kalau tak bagus berpikiran negatif. Tapi aku tak melihat hal postif yang sedang dilakukan Draco.”

Aku menundukkan wajah. Entah harus membalas apa. Lucie benar. Harusnya aku curiga dengan tingkah Draco kepadaku 1 bulan terakhir ini. Selalu berjalan bersamaku jika bertemu di lorong, duduk di sampingku jika kita bertemu di taman, dan semua surat-surat itu. Aku sempat risih dengan semua itu, tapi aku tak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku bahagia. Rasanya seperti mimpimu tinggal sejengkal dari uluran tanganmu.

Aku menghela napas dan mengangkat wajahku. “Aku akan mencoba lebih membuka mataku dan berhati-hati.”

Lucie ingin memprotes, tapi terdiam kembali. “Oke. Aku tahu kau pasti senang dengan semuanya.”

Kuangkat bahuku. Entah artinya setuju atau tidak tahu. Aku tidak peduli. Tiba-tiba tatapan Lucie menjadi sedikit ‘layu’.
 
“Ada apa?”

Lucie menundukkan kepalanya. “Aku capek.”

Hening. Aku tak tahu apa aku harus komentar atau bertanya. Aku hanya diam. Kode bahwa aku ingin dia meneruskan ceritanya.

“Kau tahu kan bagaimana kedekatanku dengan Josh sekarang?” Tanyanya. Aku menggangguk tipis. “Aku sudah memberikan ‘sinyal-sinyal’ kepada Josh tentang perasaanku, tapi dia tidak menyadarinya. Aku bingung harus bagaimana. Atau aku menyatakan perasaannya lebih dulu?”

Sesuatu menghantam perutku. Rasa mual menjalari setiap sisi lambungku. Apa yang terjadi padaku? Aku bisa merasakan keringat dingin keluar dari setiap pori-pori punggungku. Aku berusaha berpikir positif. Mungkin aku sedang sakit sesuatu.

“ALVVV!!!!”

Aku tersentak dari pikiranku dan memandang bingung ke arah Lucie. “I’m talking with you.

Aku nyengir kuda. “Maaf. Well, kalau menurutmu memang itu yang terbaik, coba saja. I just can hope the best for you Lucie. Semoga Josh merasakan hal yang sama.”

Lucie tersenyum masam. “I hope so.

Perpustakaan sepi melompong. Tak ada satu murid pun. Hanya Madam Pince yang terlihat merapihkan buku. Aku menaruh tasku dan mengambil sembarang buku. Biasanya aku ditemani Draco disini. Tapi anehnya hari ini aku belum bertemu dengannya. Rindu memang. Tapi apa hakku untuk rindu padanya?

“Kau tidak bersama dengannya lagi?”

Suara asing datang dari koridor rak buku di depanku. Suara yang tak asing. Tapi aku memang tak pernah menghafal suara orang lain.

“Yeah. Sepertinya kau sudah bosan dengannya.”

Aku mulai risih. Apa mereka tak tahu apa yang orang lakukan di perpustakaan? Aku bangkit dari dudukku dan berjalan ke rak sebelah.

“Iya. Dia sangat-sangat membosankan.”

Kakiku membeku dalam sekejap. Tanganku bergetar hebat. Jantungku berdegup tidak karuan. Napasku menjadi lebih sesak. Suara itu. Suara yang menemaniku satu bulan kebelakang. Suara lembut itu. Tidak. Suara yang tadi kudengar ini tidak bernada lembut dan penuh kasih sayang. Tapi angkuh dan cuek.

“Jadi, kau menyerah, Draco?”

“Ck. Sepertinya aku harus pergi meninggalkan Alvyna. Josh sudah punya yang baru. Si Luciana dari Ravenclaw. Mungkin aku akan merebutnya.”

“Hey!”

Aku tersentak dari kebekuanku. Sebuah tangan menepuk pundakku. Aku membalikkan badan dan menemukan Pansy sedang di depanku dengan senyum licik.

“Menguping itu tidak bagus, Nona.”

Habis sudah aku.

Saturday, July 21, 2012

17th

Happy 21st ^^
Happy 17th Birthdays ^^

Akhirnya gue 17 juga :') KTP :')
Do'a buat diri sendiri supaya gue bisa masuk unpad-psikologi :') selalu sehat :') dikasih waktu untuk membahagiakan orang tua :') DLL

Thanks bagi kalian yang sudah ngucapin. It means so much :*





Sunday, July 8, 2012

Mature?!!

Hell-o (^^)

Udah lama gue nggak buat postingan. Ck. Mohon maklumi. Gue nggak tahu mau posting apa (-_-) TAPI~~~~~~~~ Kemarin lusa gue dapet ide untuk buat postingan :)) Sebelumnya sih gue sibuk cari imajinasi gue. Imajinasi buat lanjutin cerita si Alvyna (-_-) Nggak tahu? Baca dong disini! Tapi imajinasi gue ilang. Jadinya fanfict itu masih di tengah jalan (._.) hehehehehe.

Karena berhubung gue bakal tambah umur, gue mulai sensitif dengan hal berbau 'kedewasaan'. OMG!! (-_-) Umur gue nanti 17!!! SEVETEEN!!! Dimana-mana orang yang udah 17, harusnya udah dewasa kan?? Lah gue? Jangan ditanya!

Jadi sebenarnya apa sih kedewasaan? Saat orang sudah bisa membedakan mana yang salah dan benar? Saat hak memilih orang sudah FULL-SERVICE? Saat orang tua sudah memberikan kepercayaan 100% kepada anaknya? Pendapat orang tentang kedewasaan tentunya beda-beda. Nah terus, apa sih yang jadi patokan kita untuk mengukur kedewasaan seseorang? Umur? Aduhhh, banyak kali acc quotes di twitter yang bilang "Tak bisa ditentukan dengan umur". Gue setuju quote itu. Emang bener banget. Soalnya belakangan gue udah nemuin orang-orang yang sudah 'berumur' tapi masih berkepribadian kayak anak-anak SMA :))

Gue? No. Gue belum dewasa. Gue masih sering labil kok. Jadi gue buat postingan ini juga ngaca kok. Gue bukan tipikal orang yang buat postingan sok bijak. Gue memberikan pendapat.

Back to mature. Jadi apa dong patokan kedewasaan orang itu? Menurut gue ya sifat. Tapi kedewasaan nggak bisa dipatok dari sikap. Bisa bedain dong sikap dan sifat? Hmmmm.  Nah artian sikap dan sifat sama kok. Sama-sama dasar dari tindakan yang diambil seseorang. Bedanya sifat itu lebih alami, tapi kalau sikap nggak semuanya alami. Contoh: Ada orang yang BERSIKAP dewasa, tapi belum tentu mereka BERSIFAT dewasa. Get it? :))

Hell, gue buat postingan ini niatnya bukan nyindir sih XD. Tapi emang udah SIFAT gue buat suka nyindir orang XD

Next. Gimana sih kalau ada orang yang bilang 'aku kan udah berumur blablabla jadi harus dewasa'. Oke :)) agak lucu sih gue bacanya. Kenapa? Kalau elu udah dewasa, ngapain elu ngasih tahu ke orang-orang kalau elu akan berSIKAP dewasa? Bukan kah itu sifat anak kecil? :))  

terus siapa sih yang buat patokan kedewasaan? Kita sendiri? Nggak mungkin. PD amat lo bilang 'gue udah dewasa kali'. Yang ngukur elu udah dewasa atau nggak ya orang lain. Jadi jangan pernah anggap diri lo udah dewasa. Sumpah jangan! Soalnya itu malah menunjukkan diri lo anak kecil hahahahahaha :))

Well, ini sih pendapat gue aja. Terserah mau terima atau nggak. I dont life to please you honey :))