Sunday, December 4, 2011

Fanfict 2 (part 2)


Aku yakin matanya mempunyai bius yang bisa membuat semua orang akan langsung tertuju padanya. Istirahat makan siangku habis hanya untuk menatapnya. Sedangkan dia disana sedang bermain dengan ketiga temannya, bermain entah apapun itu,  aku tak peduli dengan mainannya, karena aku sibuk dengan dirinya saja.
*Ahh bodoh sekali kau vyn! Dia slytherin! Kau ravenclaw! Ingat itu! Lagi pula dia …..*
Hampir saja aku membenarkan perkataan Josh bahwa Draco – prefek slytherin - adalah brandal tidak tau diri.
Aku membereskan semua bukuku yang hanya aku pakai untuk kedok dalam pengintaianku. Well, aku harus melintasi taman dan melewati Draco untuk segera masuk ke kelas arithmancy. Saat aku menoleh kepadanya ….
*Oh tidak! Dia berjalan ke sini!*
Aku berhenti membereskan bukuku. Tanpa sadar aku menahan nafas. Tubuhku bereaksi tanpa kendaliku. Aku menatap sosoknya melintasi taman. Dan mata kami bertemu satu sama lain. Debar jantungku tidak terkendali. Dunia seakan berhenti bergerak. Rasanya seperti semua murid di sini focus hanya padaku.
“Hai Draco!” aku menyapanya – di luar kendaliku - dengan suara serak saat dia tepat dihadapanku. Aku mencoba membuat senyum ramah dan gagal.
“Apa aku kenal kamu?” ucapnya dengan senyum sinis khasnya.
“Beraninya kau menyapa Draco!” sergah Pansy.
“Mana sopan satunmu Pansy? Kau tidak boleh memarahi mereka-yang-menyapa!” ucap draco. “ada yang bisa aku bantu?” dia tersenyum.
Mataku berkunang-kunang. Dia tersenyum padaku! Senyumnya bisa membuatku lupa cara untuk bernapas. Apa yang harus aku jawab?
“Kamu mau datang ke Magical Snow Party denganku?” semburku tanpa bisa dicegah dan disambut dengan keheningan total. Ingin rasanya aku ditelan bulat-bulat oleh bumi saat ini juga.
“hahahahahahahahahahaha….” Tawa keras mereka berempat membahana di sekitar taman.
“Dia serius Draco! Lihat ekspresinya dia sekarang! Hahahahaha” tawa Vincent.
“Well, siapa nama kamu?” Tanya Draco.
“Al-vyn-a.” Jawabku dengan terbata-bata.
“Namamu itu sulit diucapkan! Al-pin-a? A-lpen-a? Terserah. Yang terpenting – dan haru kau catat - aku ngak mungkin pergi kemana-mana dengan seorang Gryffindor, Hufflepuff, apalagi Ravenclaw. Ke acara pesta dansa pula. Lebih baik aku mengurung diri di asrama. Hahahaha” ejek Draco diikuti tawa keras koloninya.
Semua mata sekarang tertuju padaku. Semua darahku sepertinya sudah berada di kepalaku, karna aku merasa mukaku sudah berubah warna menjadi merah terang. Tanpa berkata apapun lagi, aku pergi meninggalkan mereka berempat menuju kelas arithmancy, tujuanku sebelumnya. Tanpa bisa ditahan 1 bulir air mata turun dari pelupuk mataku diikuti yang lainnya. Aku menunduk malu diiringi komentar-komentar setiap murid yang aku lewati. Sulit menjelaskan perasaanku saat ini. Kecewa mendominasi segalanya. aku tahu sejak dulu bagaimana sikap Draco sebenarnya, aku tahu cepat atau lambat hal seperti ini akan terjadi, dan aku tahu aku akan merasakan perasaan ini kapan saja sebagai resikonya. Tapi tetap saja aku belum siap dengan yang akan terjadi.
Aku mempercepat langkah. Aku tak tahu  kemana langkahku membawa. Jalan menuju ke kelas arithmancy kabur dipikiranku. Sampai diantara suara-suara yang berkomentar, muncul suara yang aku kenal. Josh. Aku menengadah kepala yang langsung disambut sosok tegap dan gagah tersebut. Raut mukanya yang lembut itu mempunyai daya tarik magnetik terhadap kaum hawa. Banyak murid wanita Hogwarts yang berlomba-lomba untuk mendapatkanya, bahkan mereka yang berasrama di Slytherin. Kepopuleran Josh hampir sebanding dengan Draco yang satu angkatan dengannya.
Josh lalu menarikku entah kemana, seiring dengan mengalirnya air mataku…..


“Kau wanita paling berani yang aku kenal.” Komentar Josh dengan tatapan takjub.
“Berisik! Kau tidak tau apa yang aku rasakan!” aku mencoba menahan air mata yang akan keluar lagi.
“Tenang aja. Banyak wanita yang mengalami nasib yang sama denganmu. Mengajak Draco ke Magical Snow Party.” Ucap Josh.
Magical Snow Party adalah acara yang Professor Dumbledore adakan untuk menyambut musim dingin setiap tahun(selain Yule Ball tentunya yang hanya diadakan saat Turnamen Triwizard). Ia merasa bahwa sebelum merasakan kedinginan, kita harus berbagi kehangatan ke sesama murid Hogwarts. Maka diadakannya Magical Snow Party. Untuk datang kita harus berpasangan, dan acaranya berupa pesta dansa pada umumnya.
“Apakah hasilnya separah aku?”
“Well, kamu yang terparah sih menurutku.” ujarnya dengan senyum mengejek. Ingin rasanya mengubah Josh saat itu menjadi kayu, lalu aku lemparkan ke perapian.
“Dasar rubah! Kamu tuh memperburuk suasana tau!” amukku lalu berjalan menuju ke kamar. Hanya ada aku didalam kamar itu. Tentu saja Arina, Lucie, Hest, dan Luna berada dalam kelas, sekarangkan masih jam pelajaran. Aku berbaring diatas kasurku,  memikirkan semua yang terjadi tadi dan kembali meneteskan air mata dalam diam.


Aku membuka mataku. Sinar jingga menerobos masuk ke kamarku melalui jendela yang terbuka. Aku pasti terlalu lelah menangis sampai tertidur. Teman-teman sekamarku pun belum kunjung berdatangan. 2 kelas yang aku lewati tanpa keterangan. Arithmancy dan ramuan. Sepertinya aku akan ada janji bertemu dengan Professor Flitwick nanti. Aku menghela nafas panjang. Tiba-tiba pintu kamar terbuka ….
“Alvy!!!!!!!! Kamu baik-baik saja?? Kamu tau beredar banyak kabar tidak baik tentangmu selama kelas ramuan dan aku khawatir sekali! Sesudah kelas selesai, aku langsung lari kemari. Murid-murid Slytherin itu tidak berhentinya berbicara tentang kamu! Aku khawatir sekali!!". Well, yang baru masuk ini bernama Arina Retur. Dia salah satu sahabatku yang sangat emosional. Ayah dan ibunya adalah seorang muggle – yang pastinya Arina adalah Muggle-Born-. Saat aku tau harus berbagi kamar denganya, aku sangat kesal (well, sebagai penggemar Slytherin, aku kurang suka dengan Muggle-Born). Tapi ternyata Arina adalah teman yang ramah walau ia selalu berlebihan. Penilaianku terhadap muggle-born membaik setelah bertemu dengannya.
“Tenang Arina. Bukan kau saja yang khawatir, tapi aku juga!” ucap Hest yang masuk ke dalam kamar dan melemparkan buku-bukunya ke kasurnya. Mahesta Adiolla. Dia yang paling Tomboy diantara kami berlima. Sikap cueknya membuat aku bertanya-tanya kenapa dia tidak dimasukkan ke dalam slytherin walau otaknya memang cukup encer untuk murid ravenclaw.
“Hest, Arina, tak bisakah kalian mengganti “aku” dengan “kita”?” ujar Lucie yang masuk diikuti Luna di belakangnya. Luciana Rasgrin. Dialah yang paling bijak diantara kami dan merupakan pribadi “ravenclaw” yang sebenarnya. Dia cerdas, pembawaan yang santai, tapi sangat peduli dengan teman. Banyak lelaki di Hogwarts yang tergila-gila padanya. Lucie selalu menjadi tempat favoritku untuk menceritakan segala hal.
Dan yang terakhir Luna Lovegood. Well, aku tak harus menjelaskannya kepada kalian kan?
“Bisakah kalian cerita padaku satu persatu? Aku bingung harus dengar yang mana!” ucapku sembari mengubah posisiku menjadi duduk.
“Emelda menyebarkan gosip kau tlah ditolak mentah-mentah oleh Draco Malfoy untuk pergi ke  Magical Snow Party. “ jelas Lucie lalu duduk di tepi tempat tidurku memandang dengan tatapan 'sudah-aku-bilang-itu-bukan-tindakan-bagus'.
“Alvy, bilang pada kami semua itu bohong!! Kau tidak pernah bercerita pada kami bahwa kau suka pada Draco!! Padahal kau suka cerita tentang apa saja pada kami!” ucap Arina sambil mengguncang-guncang tubuhku.
“Aku rasa semua itu tidak bohong….” Ucap Luna tiba-tiba sambil merapikan rambutnya yang ia kepang 2 tapi panjang sebelah.
“Luna benar dan selesai. Aku tak mau membicarakannya. Aku mau laporan ke Professor Flitwick tentang kebolosanku.” Kataku sembari turun dari kasurku dan keluar dari kamar. Di luar kamar aku bertemu dengan Josh yang sedang bermain dengan teman seangkatannya.
“Mau kemana Vyn?” Tanyanya.
“Bukan urusan kakak.” Balasku sedikit sinis dan memberi penekanan pada kata 'kakak'. Aku masih kesal dengan sikap Josh siang tadi. Aku berjalan menuruni tangga menuju ruang guru. Dibelakangku terdengar langkah mengikuti.
“Oke, maaf Vyn. Aku memang kelewatan bercanda tadi siang.” Ucap Josh.
“Bukan salahmu. Kau benar aku sedang sensitif belakangan ini.” Balasku.
“Itu juga candaan Vyn!” Josh mempercepat kakinya menuruni tangga.
“Kau memang lucu sekali Josh.” Aku juga mempercepat langkah kakiku, tapi Josh lebih cepat.
“Cobalah untuk dewasa dan dengarkan perkataan orang lain sebelum pergi.” Josh menghentikkan langkahku dengan menarik tanganku.
“Aku buru-buru Josh.” Aku berusaha melepaskan tangannya, tapi gagal.
“5 menit. Aku janji.”
“1 menit dari sekarang.”
“Apa? Jangan bercanda sekarang Alvyna!”
“56 detik lagi.”
Baiklah. Berhentilah meracau oke? Penolakkan Draco bukan akhir dari dunia kan? Masih banyak lelaki yang mau diajak ke pesta dansa itu olehmu!”
“Hmm…”
“Kau bisa pergi denganku kalau kau mau.”
“Oh bantuan yang menyenangkan. Tapi tidak, thanks.”
“Aku serius.”
“Aku juga. Lagipula bukannya banyak gadis yang memintamu pergi dengan mereka?”
Well, aku bisa menolak mereka kalau kau mau.” Katanya sambil mengangkat bahu.
“Pilih salah satu dan pergilah dengan mereka Josh. Aku enggak mau kau mengecewakan mereka hanya untuk aku. Aku tau aku terlihat hopeless sekarang. Tapi aku baik-baik saja. Lagipula aku tak suka dikasihani. Aku hargai petolonganmu, tapi aku lebih memilih tidur di asrama saja nanti. Well, satu menitmu sudah habis. Aku harus buru-buru ke professor flitwick. Bye.”
Lalu aku menuruni tangga tanpa menoleh ke belakang lagi.


No comments: