Friday, December 9, 2011

Fanfict 2 (Part 3)

*Draco’s POV*
“Hahahahaha kejadian tadi siang memang sangat lucu. Berani juga wanita itu mengajak dirimu. Padahalkan sudah banyak korban yang menjadi kekejamanmu, Bos!” tawa Vincent.
“Entahlah.” Keluhku.
“Draco, Kamu kenapa? sakit ya?..” Pansy menaruh tangannya di dahiku, aku menghindar.
“Aku tidak sakit. Ini serius. Menurutku kita mengerjainya terlalu berlebihan.” Ucapku.
“C’mon Draco. Sejak kapan kau menjadi kasian pada penggemarmu?” Ucap Blaise sembari memukul pelan pudakku.
“Sejak aku lihat wanita itu dibawa pergi oleh si tolol Josh.” Ucapku dengan kesal.
“Kau cemburu? Kau suka wanita itu? Draco kau yakin tidak sakit?” Ucap Pansy dengan cemas.
“Kau berisik sekali Pansy! Bukan karena aku suka pada wanita itu, tapi aku enggak suka Josh membantu wanita itu!” aku lempar bulatan perkames ke perapian.
“Lho banyak sekali penggemarmu yang Josh rebut kan? Ini bukan yang pertama kali!” Pansy menatapku seakan aku “sakit”.
“Yang satu ini beda! Percayalah padaku.” Ucapku sedikit menggeram.
“Lalu apa yang akan kau lakukan bos?” Ucap Vincent acuh.
“Kalau aku tahu apa yang akan aku lakukan, aku tidak akan tanya ke kalian bodoh! Berilah saran!” bentakku kesal. Aku berdiri dan mulai berjalan-jalan di sekitar perapian.
“Rebut saja gadis itu.” Saran Blaise.
“Tunggu!” Pansy berdiri dari kursi malasnya. “Aku rasa itu bukan ide bagus. Maksudku, kau bermasalah dengan Josh, kenapa kau malah melampiaskannya kepada wanita itu? Cukup sudah. Kau terlalu berlebihan sekarang, Draco!” Kesal Pansy.
“Aku ingin memperlihatkan Josh bahwa aku lebih berkuasa daripada dia. Aku rasa gadis itu berarti untuk Josh. Ide bagus Blaise!” ucapku memberikan senyum bngga padanya. Blaise tersenyum malu karena dipuji.
“Percayalah kau buang-buang waktu!” ujar Pansy lalu melempar pandangan kesal kepada Blaise yang sudah memberiku saran itu dan pergi menuruni tangga.
“Bagaimana caramu merebut gadis itu Bos?” Tanya Vincent.
“Itu masalah gampang.” Aku tersenyum licik membayangkannya.
Ω
*Alvyna’s POV*
“Taruh tanganmu di kedua lututmu. Setelah itu tarik nafas panjang secara perlahan....”
DUAKKK..
Semua mata langsung menatapku, tapi aku mengabaikannya. Aku langsung menjatuhkan tubuhku di atas kasur dan membenamkan kepalaku di bantal.
Are you alright honey?” Tanya Lucie dengan nada cemas.
“Pasti dapat amukan Professor Snape. Iya kan?” Ujar Hest sembari tertawa jail.
Aku diam.
“Well, sebaiknya kita jangan ganggu dia. Harinya sedang buruk.” Aku mendengar Lucie berbicara kepada mereka berempat sedikit berbisik sambil menutup pintu. Aku pusing, mual, dan lelah. Rasanya seperti badanku akan terbelah menjadi dua. It’s the worst day ever!!!!
Ω
“Aku mengerti bagaimana perasaanmu kemarin? Well aku tidak tahu pasti, tapi kau pati tidak ingin dihukum lagi kan Alv?”
“5 menit Lucie! Aku janji 5 menit lagi!”
“Okay. Kalau dalam 5 menit kau masih tidak mau bangun. Aku akan menyeretmu. Aku serius! Butuh waktu seharian untuk mengerjakan tugas herbologi ini!” Ujar Lucie.
“Baik Mama!!” ucapku dengan lelah.
“Alv sudah aku bilang berapa kali. Jangan panggil aku Mama! Aku bukan Mama mu!”
“Tapi kau seperti Mama ku tahu!” aku menengadah muka menatap Lucie sambil menjulurkan lidah.
“Apanya padaku yang mirip dengan Mama mu?” ia melentangkan tangannya.
“Omelanmu.” Ucapku simple, lalu kembali ke posisi tidurku.
“Oh Alv! Aku hanya tidak mau kau terlibat dalam masalah. Orang tua mu menitipkan kau padaku agar kau tidak menimbulkan masalah-masalah. Maka dari itu aku selalu memberitahumu untuk melakukan ini dan itu. Karena selain alasan Orang Tuamu aku juga peduli padamu. Kau sudah seperti saudara perempuan bagiku. Kau tau bahwa aku tidak punya saudara. Kau bahkan sudah lebih dari sahabat bagiku..”
I’m already wake up!” aku bangkit dari kasurku, tidak ingin mendengar celotehannya lagi. Aku menengok ke arah Lucie, “Asal kau tau. Sekarang kau bertambah mirip dengan Mama ku.” Lucie tersenyum penuh kemenangan.
Ω
“Kau yakin ini tugas yang kita dapat?” aku melihat bertumpuk-tumpuk buku di atas meja tulis di Ruang santai Ravenclaw. Arina mengangguk yakin. Dia pun sedang mengerjakan tugas herbologi itu.
Aku menempati salah satu meja tulis di sana dan mengeluarkan beberapa perkamen dan alat tulisku.
“Apa detensimu Alvy?” tanya Arina tanpa menoleh padaku, terlalu sibuk membuat goresan-goresan di atas perkamennya.
“Membicarakannya aku malas.” ucapku sesinis mungkin.
“Aku akan membantu kalau bisa kok.” Arina menoleh padaku dan memberikan senyum terbaiknya. Arina memang muggle-born paling baik yang aku kenal.
“Well, aku mendapatkan tambahan tugas. Dari Professor Vector, aku ditugasi menulis biografi salah satu arithmancher kesukaanku. Dan isinyanya harus selengkap-lengkapnya...”
“Tidak terlalu buruk.” Arina menyela sembari mengangkat bahu.
“Tapi dari Professor Snape lah yang membuat aku depresi! Ia menyuruhku memilih salah satu bahan dari ramuan Sleeping Draught dan menjelaskannya satu perkamen penuh! Apa saja yang akan aku tulis pada perkamen itu?” Aku memukul meja frustasi.
Arina menoleh prihatin padaku. “Aku sudah berjanji akan membantumu kan. Tenag saja.” Ia tersenyum tulus padaku. Aku membalas senyumannya, lalu fokus pada tugas herbologiku.
Ω
*sehari sebelum Magical Snow Party*
“Aku masih terkejut bahwa aku masih hidup setelah berjuang mengerjakan tugas-tugas sialan itu!”
“Kau berlebihan Alv!” ejek Lucie. Kami dalam perjalanan ke Aula Besar untuk makan siang setelah mengikuti pelajaran ramuan. “Oh ya, dengan siapa kau akan datang ke Magical Snow Party Alv?”
No one.” Ucapku singkat.
“Kau yakin? Kau tidak akan berniat akan mengurung diri di kamar kan?”
“Yap itu niat awalku. Well, How about you then? I know there’s much guys wanted to go to Magical Snow Party with you. Have u take one guy?” aku mengangkat alis, menggoda Lucie. Dia adalah salah satu murid wanita yang terkenal di Hogwarts. Selain kepandaian dalam pelajaran, dia juga pandai bergaul, dan juga memiliki paras yang sangat cantik. Dia memang gadis yang sempurna. Banyak sekali surat cinta yang ia dapat semenjak masuk Hogwarts. Dari senior sampai junior. Dia memang gadis yang beruntung dan dia sahabatku!
Not yet honey.” Ia memasang ekspresi ‘itu-tidak-masalah-karena-itu-bukan-tugas-yang-harus-dikumpulkan-hari-ini-kan’. “Tapi aku ingin cerita sesuatu padamu.” Lucie tersenyum lebar kepadaku.
“Well, aku tidak ingin mendengar bahwa kau menemukan buku bagus dan memintaku untuk menemanimu membaca di perpustakan karena buku itu tidak bisa dibawa ke kamar.”
“Bukan itu. Ini masalah ....... ALV!! Lihat itu Draco!”
Aku refleks melihat ke arah Lucie melihat. Di sana Draco sedang mengobrol dengan teman satu asramanya dan berjalan ke arah sini. Aku langsung menarik tangan Lucie dan pergi ke koridor sebelah kanan kami. Pikiran ku kacau dan aku terus menarik tangan Lucie entah kemana kaki ku membawa.
“Alv jangan tarik keras-keras tanganku sakit! You know what, tadi aku sempat melihat Draco menyadari keberadaan kita dan melakukan sebuah gerakan seperti ingin mengejar kita tapi tidak jadi!” Lucie menahan tangannya agar aku berhenti dan mendengarkan.
“Mungkin dia ingin mengejekku lagi. Sudah aku mau makan!”
Ω


No comments: